Feb 6, 2020

Kasus Korupsi Dana Desa Maluku Terus Bertambah



Kasus Korupsi Dana Desa Maluku Terus Bertambah

Oleh : Frans Pati Herin

Pengucuran dana desa sejak 2015, khususnya di Maluku, di antaranya turut menimbulkan pergunjingan terkait gaya hidup aparat desa yang berubah. Di sisi lain, kemiskinan di desa masih tetap tinggi. Di tengah kondisi itu, evaluasi terhadap pengelolaan dana desa terus dijalankan di Maluku demi pemanfaatan yang menyejahterakan warga desa. ”Jangan sampai terjadi penyalahgunaan uang,” ujar Wali Kota Ambon Richard Luhenapessy saat melantik puluhan saniri negeri di Kota Ambon, Rabu (5/2/2020).

Saniri negeri merupakan lembaga perwakilan masyarakat di desa-desa adat. Selain berperan dalam pengawasan, lembaga itu juga menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam penyusunan anggaran ataupun aturan desa. Dalam struktur pemerintahan modern, lembaga itu disebut badan permusyawaratan desa.
Richard juga mengingatkan agar pengelolaan dana desa melibatkan masyarakat, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Perangkat desa harus transparan menggunakan dana desa. Ia mencermati fenomena sejumlah kepala desa yang gaya hidupnya berubah sejak mengelola dana desa. Di sisi lain, pengelolaan dana desa belum optimal menggenjot pertumbuhan ekonomi di desa.

Mereka tiba-tiba beli perahu motor, beli sepeda motor, dan beli mobil bak terbuka. Itu uang dari mana? Masyarakat pasti curiga. Kondisi itu yang menimbulkan pergunjingan di masyarakat. Di desa-desa di Kota Ambon, seperti Negeri Lama dan Poka, masyarakat melaporkan dugaan korupsi dana desa ke Kejaksaan Negeri Ambon. Di kota itu ada 30 desa yang rata-rata mendapat dana sekitar Rp 1 miliar per tahun.

Dalam sejumlah kesempatan, orang-orang yang mengaku perangkat desa menghabiskan banyak uang di tempat hiburan malam di Kota Ambon. Biasanya ada lebih dari dua orang. Setiap kali masuk ke ruangan VIP tempat karaoke, paling sedikit pengeluarannya Rp 3 juta di luar tip. Fenomena itu muncul sejak dana desa digelontorkan tahun 2015.

Nus Termas, tokoh pemuda dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar, menuturkan, banyak kepala desa di daerah itu tiba-tiba memiliki tambahan aset di luar kewajaran. Masyarakat yang mempertanyakan dianggap membangkang. ”Mereka tiba-tiba beli perahu motor, beli sepeda motor, dan beli mobil bak terbuka. Itu uang dari mana? Masyarakat pasti curiga,” ujarnya.

Kasus korupsi

Data yang dihimpun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon, menunjukkan semakin banyak kasus korupsi dana desa disidangkan. Tahun 2019 total ada 17 kasus. Tahun-tahun sebelumnya tidak sampai lima kasus per tahun. Kasus korupsi dana desa salah satunya terjadi di Desa Ustutun, Kabupaten Maluku Barat Daya.

Dalam persidangan, Zakarias Maika, kepala desa, mengaku menggunakan dana desa untuk membiayai pendidikan anaknya. Nilai uang yang disalahgunakan Rp 103 juta. Pengamat sosial Universitas Pattimura, Ambon, Josep A Ufi, berpendapat, jabatan kepala desa yang dianggap menjanjikan itu lantas jadi rebutan. Dinamika politik di desa memanas sehingga muncul kubu-kubu.

Di beberapa desa, seperti Batu Merah di Kota Ambon dan Suli di Kabupaten Maluku Tengah, kantor desa disegel sebagai buntut pemilihan kepala desa. Di dua desa adat itu, hanya keturunan tertentu yang berhak menjadi raja atau kepala desa. ”Pranata adat bisa rusak,” ujarnya.

Ironisnya, kemiskinan di desa masih tetap tinggi. Badan Pusat Statistik Maluku mencatat, jumlah penduduk miskin di Maluku malah bertambah dari 317.690 orang pada Maret 2019 menjadi 319.510 orang pada September 2019. Sebagian besar penduduk miskin berada di perdesaan, yakni 271.370 jiwa, sedangkan di wilayah perkotaan 48.150 jiwa.

Pembangunan desa masih fokus pada pembangunan fisik.

Penduduk miskin adalah warga dengan pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan di Maluku dalam survei tersebut adalah Rp 545.378. Saat ini, jumlah desa di Maluku dengan status mandiri hanya 10 desa, status maju 84 desa, status berkembang 376 desa, status tertinggal 580 desa, dan status sangat tertinggal 145 desa.



Padahal, dana desa yang digelontorkan ke Maluku sejak tahun 2015 hingga 2020 mencapai Rp 5,3 triliun. Sasarannya untuk 1.198 desa. Penjabat Kepala Desa Rumah Tiga, Kota Ambon, Juan Y Kayadoe mengatakan, kunci utama pengelolaan dana desa agar dipercaya masyarakat adalah transparansi dan komunikasi. Perumusan program harus dimulai dari akar rumput.

Menurut dia, pada beberapa tahun terakhir, pembangunan desa masih fokus pada pembangunan fisik. Ke depan, pemberdayaan ekonomi akan didorong. Besaran dana desa itu mencapai Rp 1,2 miliar per desa.  Sumber : Kompas.id., Wajah Dana Desa di Maluku, 6 Februari 2020