BumDes
& BumNas Sinergis Rakyat Sejahtera
ISBN -
978-602-336-678-1
Jumlah
Halaman : 332 halaman
Selama
ini drama susahnya para petani takkala PANEN RAYA adalah Bulog yang tidak mampu
menyerap panen gabah mereka. Seperti kejadian di tahun 2017. Perum Bulog
menetapkan target penyerapan beras dan gabah tahun 2017 mencapai 3,7 juta ton[1].
Target penyerapan tahun ini lebih rendah dari target penyerapan tahun 2016 yang
mencapai 3,9 juta ton. Pasalnya realisasi penyerapan gabah dan beras Bulog
sepanjang tahun 2016 hanya 2,97 juta ton. Hal itu disebabkan harga beras di
tingkat petani yang sudah meningkat di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
sehingga Bulog tidak perlu melakukan penyerapan kecuali untuk kebutuhan stok
saja. Direktur Pengadaan Perum Bulog Tri
Wahyudi Saleh mengatakan, dari target penyerapan tahun ini sebesar 3,7 juta
ton, Bulog menargetkan penyerapan beras public service obligation (PSO) sebesar
3,2 juta ton beras komersil 500 ton. Ia bilang, target penyerapan beras dan
gabah Bulog tahun ini dibuat berdasarkan realisasi penyerapan tahun 2016 yang
jauh dari target. Kendati demikian, penyerapan tahun 2016 jauh di atas
realisasi penyerapan tahun 2015 sebesar 2,4 juta ton.
Padahal
harapan Petani sebenarnya sederhana saja, kalau lagi Panen Raya maka Bulog
melakukan perannya. Sesuai harga yang pantas Bulog beserta jajarannya membeli
hasil panen tersebut. Karena Bulog sudah siap mereka bisa mengaturnya. Mana
hasil panen yang akan di jadikan Stok gabah sementara, jangka sedang dan mana
hasil panen yang langsung masuk Mesin Giling Beras modern mereka. Dalam artian
mesin giling modern ya; masuk gabah hasil panen tetapi ketika keluarnya sudah
jadi beras kelas prima dan sudah dalam karung atau kantong-kantong beras yang
memikat. Bulog bisa menjadikannya stok beras atau langsung dilempar ke pasar
mengikuti pengendalian harga beras di pasar. Nah demikian juga yang seharusnya
mereka lakukan terhadap hasil panen rakyat dengan komoditas yang berbeda.
Terserah apakah itu bawang putih, cabe atau bawang merah Dll. Bagaimana Bulog
membangun jaringannya? Ya itu semestinya merupakan kerja sama sinergis antara
sesame BUMN dan BumDes.
Selama
ini yang terjadi hanya seperti diatas tadi, sasaran mereka hanya seolah hanya
sekedar menyerap hasil panen sesuai target mereka. "Kami optimistis target
penyerapan ini dapat tercapai kalau kondisi cauaca bagus dan normal,"
ujarnya kepada KONTAN, Kamis (19/1/2018).
Ia menjelaskan kendala utama yang dialami Bulog untuk mencapai target
penyerapan tahun lalu adalah harga beras di lapangan sudah tinggi atau di atas
HPP yakni Rp 7.300 per kilogram (kg). Bila Bulog memaksakan terus menyerap,
maka akan terjadi lonjakan harga dan hal ini berpotensi membuat inflasi lebih
tinggi. Namun kalau melihat laporan
Kementerian Pertanian (Kemtan) tahun lalu yang produksi mencapai 79 juta ton
gabah kering giling (GKG), maka target penyerapan tahun ini dapat
tercapai. Sejumlah upaya juga dilakukan
Bulog untuk mencapai target tersebut, yakni dengan : Pertama, optimalisasi program ON FARM Perum Bulog melalui kerja
sama dengan Gabungan kelompok tani (gapoktan) maupun sinergi dengan BUMN lain
seperti PT Pertani Persero yang memiliki mesin giling padi dan pengering serta
gudang; Kedua, Bulog mengoptimalkan
penyerapan gabah dan beras dengan rentang kualitas dan harga tertenttu yang
memungkinkan Bulog bisa mencapai jumlah serapan yang lebih besar dengan
memperkuat unit-unit pengolahan di daerah; Ketiga,
Bulog juga melakukan pengembangan infrastruktur ; Keempat, meningkatkan pasar beras selain PSO antara lain dengan
pengembangan jaringan rumah pangan kita (RPK), lumbung pangan desa atau BUMdes
yang digagas Kementerian Desa.
Selain
itu, Bulog juga akan mempersiapkan stok
pangan untuk program rakyat miskin (raskin) dimana pada tahun ini di bagi
dua. Pertama lewat program raskin dan kedua lewat penggunaan evo-cer atau
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dimana setiap masyakat memiliki uang non tunai
sebesar Rp 110.000 per bulan untuk pembelian beras. Meskipun program ini ada,
namun Tri menilai tidak berdampak signifikan pada penyerapan Bulog karena
volume beras yang disiapkan sama dengan tahun lalu yakni 15,7 juta ton. Khusus
untuk raskin sebesar 14,2 juta ton dan untuk pasar e vocer sebesar 1,6 juta
ton.
BumNas Masih Sibuk Dengan
Diri Mereka Sendiri
Dalam
penglihatan kita, secara konsep peran Bulog sudah sesuai dengan Visi dan Misi
nya tetapi dalam pelaksanaannya, terlihat ketidak siapan mereka dalam melihat
Dinamika pasar. Begitu sesuatu terjadi perubahan maka terkesan mereka “
memintak petunjuk lagi” ke Pusat. Hal seperti ini tidak jauh bedanya dengan
cara penaggulangan Bencana pada era sebelum pemerintahan Jokowi-JK. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Williem Rampangilei[2]
menceritakan tentang ketidakpuasan Presiden Jokowi dalam penanggulangan bencana
di Indonesia. "Berawal dari gempa Pidie Aceh pada Desember 2016, Presiden
tidak puas dengan cara kerja di lapangan dalam penangangan bencana dan minta
percepatan," ujar Williem di depan 3.200 peserta Rapat Kerja Nasional
BNPB-BPBD 2017 di Yogyakarta, Kamis (23/2/2017). Dengan ketidakpuasan ini, cara
kerja penanggulangan bencana pun diubah. Semula ketika terjadi bencana,
penilaian dan verifikasi infrastruktur untuk rekonstruksi dilakukan pasca tahap
tanggap bencana. Sebab, pada tanggap bencana biasanya fokus pada penyelamatan
manusia. Tapi, karena Presiden tidak puas, tahap itu pun dilakukan bersamaan
dengan verifikasi infrastruktur yang rusak untuk tahap rekonstruksi.
Dengan
arahan Presiden tersebut kini diubah; "Jadi ketika satu hari verifikasi
menemukan 15 bangunan rusak, langsung keesokan harinya bantuan ditransfer dari
pemerintah ke warga bersangkutan, tidak perlu melewati tahap birokrasi yang
berlapis-lapis dan memakan waktu berbulan-bulan," ucap dia. BNPB, kata
Williem, juga menurunkan tim untuk menganalisis, sehingga ketika tanggap
darurat selesai, rekonstruksi dan rehabilitasi pun juga bisa selesai lebih
cepat.Karena itu, dia mengatakan, personel BPBD harus berkualitas dan
bersertifikasi. Nah bagi kita, Bulog juga harusnya belajar dari cara kerja BNPB.,sehingga
setiap tahun tidak terkesan selalu kedodoran serta membuat masyarakat bingung
dengan stabilitas harga.
Kita
ingin mengingatkan lagi, kalau selama ini drama susahnya para petani takkala
PANEN RAYA adalah Bulog beserta jajarannya yang tidak mampu menyerap panen
gabah mereka. Hal yang sama juga bisa kita temukan pada komoditi lain, misalnya
pada harga-harga bawang Merah atau bawang Putih. Yang terjadi di pasaran
sebenarnya sangat jelas, kalau pasokan berkurang maka harga akan mengalami
kenaikan. Proses itu sebenarnya terjadi tidak dalam waktu seketika. Artinya
kalau memang kementerian Perdagangan atau Kementerian Pertanian serta jajaran
Bulog bekerja dengan baik, mereka juga sudah pasti tahu bakal apa yang akan
terjadi pada komoditas tertentu. Sehingga dengan mekanisme serta kerja sama
lewat jaringan mereka, pastilah dapat berbuat.
Masalahnya
sederhana, petani sebenarnya memerlukan partner yang bisa membeli komoditas
hasil pertanian mereka di saat panen dengan harga yang baik. Harapannya memang
Bulog harus mampu membeli dan mengolah hasil panen tersebut, mengelola stok dan
mengatur harga agar semua komoditi itu bisa memberikan manfaat bagi para pihak.
Baik bagi para penghasil maupun para konsumen.
Harapannya adalah BumDes (petani) dan BumNas (Negara) bisa sinergi.
BumNas, BumDes dan khususnya Bulog mampu membangun jaringan bisnis pengelola
hasil panen Rakyat, seperti adanya jaringan mesin beras modern, jaringan
pengolah hasil komoditi terkait, jaringan gudang untuk stok. Sehingga apapun
hasil panen masyarakat selalu dapat ditampung oleh Bulog dan malah dapat
meningkatkan kualitasnya , hasilnya masih bisa dinikmati oleh para petani lewat
jaringan kerjasaman BumDes dan Bulognya atau lewat BumNas nya. Hal itulah yang
disampaikan oleh Buku ini.
[1] http://www.bulog.co.id/berita/37/6004/10/1/2017/Target-Bulog-Penyerapan-Beras-&-Gabah-3,7-Juta-Ton.html
[2] http://www.liputan6.com/news/read/2866488/presiden-tidak-puas-bnpb-ubah-cara-kerja-penanggulangan-bencana
No comments:
Post a Comment