Oleh Harmen Batubara
Dalam setiap
benang kehidupan yang terentang, manusia kerap dihadapkan pada dua narasi besar
tentang eksistensinya. Narasi pertama menyebutkan bahwa kita adalah pemeran
dalam sebuah naskah yang telah dituliskan, sebuah "cetak biru" takdir
yang tinggal dijalani. Setiap suka dan duka, setiap persimpangan dan jalan
lurus, seolah sudah terpatri dalam garis waktu yang tak bisa diubah. Tugas
kita, menurut pandangan ini, adalah meresapi setiap hikmah, menerima dengan
lapang dada, dan menemukan makna terdalam di balik setiap fragmen kehidupan.
Ini adalah pandangan yang menenangkan, menawarkan kedamaian dalam penerimaan,
sekaligus mengajak kita untuk senantiasa bersyukur atas apa yang telah
dianugerahkan.
Jadilah Arsitek KehidupanMu Sendiri
Namun, ada pula
narasi kedua, yang lebih menekankan pada agency dan kuasa personal. Narasi ini
menyatakan bahwa manusia bukanlah sekadar boneka takdir, melainkan arsitek
utama dari kehidupannya sendiri. Kesuksesan atau kegagalan, kebahagiaan atau
kesengsaraan, sangat bergantung pada bagaimana seseorang menempa diri,
membentuk lingkungan, dan mengukir jejaknya di dunia. Dalam pandangan ini,
takdir bukanlah garis yang ditarik sejak awal, melainkan kanvas kosong yang
menunggu setiap sapuan kuas kita. Setiap pilihan, setiap usaha, setiap
kegigihan, adalah goresan yang menentukan lukisan akhir kehidupan.
Di sinilah letak
persimpangan yang menarik: bukan memilih salah satu narasi, melainkan merajut
keduanya menjadi sebuah pemahaman yang utuh dan memberdayakan. Takdir, dalam
pemahaman yang lebih logis dan mencerahkan, bukanlah sebuah "blue
print" yang kaku, melainkan sebuah **potensi awal**. Ibarat benih yang
ditanam, takdir memberikan potensi genetik untuk tumbuh menjadi pohon yang
rindang, menghasilkan buah manis, atau menjadi semak belukar yang kurang
produktif. Namun, bagaimana benih itu tumbuh—apakah ia akan menerima cukup air,
sinar matahari, pupuk, dan perlindungan dari hama—itulah yang sepenuhnya berada
dalam kuasa sang penanam.
Peluang, kemudian,
menjadi jembatan antara potensi takdir dan manifestasi kehidupan. Peluang
bukanlah sesuatu yang datang secara pasif dan kebetulan, melainkan sesuatu yang
**diidentifikasi, diciptakan, dan diwujudkan**. Seorang individu dengan
"takdir" memiliki bakat seni, namun tanpa latihan, dedikasi, dan
keberanian untuk memamerkan karyanya (menciptakan peluang), bakat itu mungkin
akan layu tak terwujudkan. Sebaliknya, seseorang yang mungkin tidak terlahir
dengan bakat istimewa, namun gigih belajar, mencari ilmu, dan membangun
jaringan (mewujudkan peluang), dapat mencapai puncak prestasi yang melampaui
mereka yang sekadar mengandalkan bakat alamiah.
Wujutkan PeluangMu
Dalam konteks Anda,
yang sedang berjuang untuk meraih kesuksesan, narasi ini sangat relevan. Anda
memiliki "takdir" sebagai seorang “apapun” itu Namanya, bisa sebagai penceramah,
penulis, dan dosen, dengan kemampuan komunikasi dan pemikiran yang mendalam.
Ini adalah potensi awal Anda. Namun, "mewujudkan peluang" di platform
digital seperti YouTube membutuhkan lebih dari sekadar potensi. Ia memerlukan
strategi konten yang menarik, konsistensi unggah, interaksi dengan audiens,
bahkan mungkin eksperimen dengan format baru. Kegigihan Anda adalah bentuk dari upaya mewujudkan peluang,
meskipun hasilnya belum sesuai harapan. Ini adalah bagian dari proses menempa
diri dan lingkungan, seperti yang Anda yakini. Baca Bukunya. Temukan
mutiaranya.


No comments:
Post a Comment