Jangankan Pasar Tradisional Perbatasan, Pasar Tradisional Gede Bage Bandung saja kondisinya masih jauh dari memadai, serba tidak terurus sampah menumpuk dimana-mana, jorok dan bau menyengat, padahal pasar itu masuk wilayah Kota Bandung foto diambil tanggal 9 Januari 2018
Oleh harmen batubara
Pasar di perbatasan Indonesia itu umumnya kumuh, lokasi dan
prasarananya biasanya seadanya. Lihatlah misalnya pasar di perbatasan antara RI-Malaysia
di desa Badau,Kalimantan Barat atau pasar di Desa Ajikuning Sebatik Kalimantan
Utara juga tak jauh beda. Hal yang sama dengan kondisi pasar di perbatasan
RI-Timor Leste, khususnya di Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara
Timur. Kalau lagi mau ada hajat atau tahun baru misalnya pasar akan padat
dengan pengunjung. Gang-gang di antara toko di pasar itu nyaris tidak
menyisakan ruang untuk pejalan kaki, karena padatnya manusia yang lalu lalang
di sekitarnya.
Selain itu, angkutan kota dan angkutan pedesan jurusan
Atambua-Nenuk, Atambua-Halilulik, serta bus antar kabupaten seperti
Atambua-Kefamenanu, Atambua-Kupang dan para ojek berselueran di pasar tersebut.
Pasar induk yang terletak di serambi NKRI dengan Timor Leste itu tidak hanya
dikunjungi warga setempat, tetapi juga warga dari Timor Leste, karena harganya
relatif terjangkau.
Membangun Tanpa Empathi
Melihat
dan mendengarkan kondisi pasar seperti itu, ternyata pemerintah sudah punya
rencana akan mengembangkan pasar di wilayah perbatasan, dengan maksud untuk
mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di wilayah
yang berbatasan. Tapi bagaimana pasar yang akan dibangun itu? Nampaknya, para
perencana tidak sampai mendalam seperti itu. Pada 2 februari 20012, misalnya Menteri
Perdagangan Gita Wirjawan dalam siaran pers Kementerian Perdagangan di Jakarta,
mengatakan “Letak strategis pasar di daerah perbatasan akan dapat menggerakkan
roda perekonomian daerah yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di sekitarnya.”
Kementerian
Perdagangan, kata dia, akan berkoordinasi dengan kementerian terkait,
pemerintah kabupaten/kota, dan kalangan perbankan untuk melakukan revitalisasi
pasar-pasar wilayah perbatasan.Menurut Mendag, pembangunan, penataan dan
pengelolaan pasar perbatasan secara baik selanjutnya juga bisa mendorong
peningkatan ekspor.
Pasar wilayah perbatasan yang dikelola baik, tertata, bersih, nyaman dan aman, ia menambahkan, akan menarik warga negara lain menyeberang untuk berbelanja.
Pasar wilayah perbatasan yang dikelola baik, tertata, bersih, nyaman dan aman, ia menambahkan, akan menarik warga negara lain menyeberang untuk berbelanja.
Karena
itu, saat meresmikan Pasar Skouw di Jayapura, Mendag mengatakan,
“Pasar Skouw sangat strategis mengingat lokasinya yang berada di antara
perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea (PNG) dan diharapkan dengan penataan
dan pengelolaan yang baik dapat meningkatkan ekspor produk dalam negeri ke
negara PNG,” katanya waktu itu.
Pasar
Skouw merupakan salah satu pasar percontohan yang dibangun pemerintah dalam
program revitalisasi pasar 2011. Selain Pasar Skouw terdapat sembilan pasar
lain yang dijadikan pasar percontohan dalam program revitalisasi pasar 2011
yakni Pasar Cokro Kembang (Jawa Tengah), Pasar Pangururan (Sumatera Utara),
Pasar Lambocca dan Pasar Pattalassang (Sulawesi Selatan), Pasar Grabag (Jawa
Tengah), Pasar Minulyo (Jawa Timur), Pasar Agung (Bali), Pasar Kewapante (NTT)
serta Pasar Panorama (Bengkulu). Pada 2012, Kementerian Pedagangan
mengalokasikan anggaran Rp400 miliar untuk merevitalisasi 79 pasar di 53
kabupaten/kota di seluruh Indonesia, termasuk di antaranya 20 pasar
percontohan.
Hal
yang sama artinya semangat membangun Pasar Tradisional juga tahun-tahun 2014 misalnya
Kementerian Koperasi dan UKM waktu itu menargetkan mampu membangun dan
merevitalisasi minimal 70 pasar tradisional di wilayah perbatasan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan daerah tertinggal tahun 2015.
"Sasaran kami ke pasar-pasar di daerah perbatasan dan tertinggal karena
ini merupakan program nasional," kata Asisten Deputi Urusan Sarana
Prasarana Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Nyak Ubin di Jakarta, Kamis, 9
juni 2014.Ia mengatakan daerah perbatasan dan tertinggal layak menjadi sasaran
lantaran merupakan pintu gerbang pertama NKRI yang bersentuhan langsung dengan
negara tetangga.Selain itu pihaknya menganggap masyarakat di daerah perbatasan
selama ini relatif sulit mendapatkan akses logistik yang memadai terutama untuk
kebutuhan pokok mereka."Ini menjadi salah satu upaya pemerataan
kesejahteraan untuk masyarakat kita penjaga perbatasan NKRI," katanya.
Tapi setelah itu, apa yang terjadi dengan pasar-pasar
tradisional di perbatasan tersebut? Kondisinya malah bukannya membaik tetapi
malah kian kumuh dan juga tidak tertata rapi sebagaimana yang di rencanakan.
Seperti “Pasar di Badau mesti ditata rapi. Walau pun misalnya dari
bahan kayu mesti ditata rapi dan kebersihan. Ini untuk menjaga nama baik
negara,” ujar Ketua DPRD Kapuas Hulu Ade M Zulkifli SAP Jumat (31/1/2014).
Program kementerian perdagangan itu, ternyata hanya enak di
dengar, tetapi tiba di pelaksanaannya, yang ada adalah semangat mengambil
untung sebanyak-banyaknya. Anggaran pembangunannya habis, sementara pasarnya
malah tidak mampu memberikan kontribusi nyata, tetapi malah sebaliknya. Pasar
itu sesungguhnya kita tidak tahu apakah dibangun atau tidak pernah dibangun, kalaupun
di bangun, tetapi bentuknya tidak terlihat alias nggak jelas.
Tapi itulah yang terjadi, ketika perbatasan jadi perhatian
maka seolah semua Kementerian/Lembaga begitu semangat untuk membangun
perbatasan. Padahal jelas-jelas Tupoksinya tidak ada di sana. Tetapi karena
memang ada “udang di balik batu”, maka program program seperti itu nyatanya
bisa dikait-kaitkan juga dan nyatanya anggarannya bisa ada. Contoh konkrit tadi
Ya Kementerian Perdagangan tersebut. Ide, misi dan visinya mantap, dan
Kementerian itu menganggarkan hingga 400 milyar, tapi apa hasilnya? Ternyata pasar
tradisional di perbatasan itu, ya masih begitu-begitu saja, kumuh, tidak
terawat dan wujudnya juga tidak lebih baik dari pasar tradisional warga yang
sama sekali tidak pernah dibantu oleh pemerintah/Pemdanya.
Selama ini hal-hal seperti itulah, yang kita dengar tentang
perbatasan. Pada awal-awal tahun anggaran para Menteri atau Kepala Badan seolah
berloma-lomba menyampaikan dukungan konkrit K/L nya untuk pembangunan
perbatasan. Tetapi tiba di hasilnya, sama sekali tidak terlihat. Karena yang
mereka bangun itu memang hanya ide dan idenya saja. Mereka Rakor dan Rakor
teknis di hotel-hotel berklas-mereka undang para pihak dan setelah itu ya
sudah. Mereka habiskan uangnya, sementara wilayah perbatasannya ya masih
seperti itu. Yang tidak ada perubahan yang bermakna.
Rakyat dan TNI Berbuat
Nyata
Penulis
lalu ingat dengan pasar rakyat perbatasan RI-RDTL di desa Napan, Timor Tengah
Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dirintis Dandim 1618 TTU Letkol Arm
Euzebio Hornai Rebelo, sejak setahun 2012. Pasar perbatasan yang dibuka setiap
hari Jumat untuk masyarakat perbatasan itu ternyata dalam
perkembangannya juga tidak makin baik. “Awal penataannya pasar perbatasan di
desa Napan ini sudah bagus, namun sejak setahun berjalan warga perbatasan malah
terpinggirkan, dan pasar dikuasai oleh para pedagang dari Kefa. Sementara pihak
desa yang selalu memungut retribusi sayangnya tidak menata pasar itu dengan
baik,” Keluh Euzebio di Kefamenanu, waktu itu (25/2/2013).
Ezebio
berharap, pemerintah daerah jangan hanya melihat pasar perbatasan itu sebagai
salah satu sumber PAD, tetapi yang diharapkan turut berkoordinasi dengan pihak
terkait untuk mengembangkan pasar itu. Pasalnya pasar tersebut sangat
menguntungkan warga perbatasan. “Pasar perbatasan ini
kita rintis untuk meminimalisir perdagangan ilegal melalui jalan tikus. Setiap
hari Jumat, warga dua negara saling bertransaksi dan jumlahnya mencapai dua
ribu orang baik dari Indonesia maupun Timor Leste,” tambah Dandim 1618 TTU ini.
Menurut Euzebio waktu itu, pasar perbatasan ini akan menjadi contoh bagi tiga
titik perbatasan lainnya, yakni di Oepoli, Haekesak dan Motamasin.
Pasar Terpadu Perbatasan Versi
Malaysia
Cara membangun pasar
di perbatasan Malaysia justeru berbeda, mereka membangunnya secara terpadu baik
secara nasional, maupun dalam negara bagian. Misalnya, Tebedu (sebelah
Entikong,Kalbar) sudah jadi bagian kawasan pelabuhan Darat Kota Kuching ( Ibu
Kota Sarawak). Terminal Darat pertama dan berada di perbatasan RI-Malaysia-
Sarawak. Tebedu Inland Port (TIP) terletak di sebelah Entikong. TIP berada di
bawah yurisdiksi Otoritas Pelabuhan Kuching, dioperasikan dan dikelola oleh SM
Inland Pelabuhan Sdn Bhd. Pembangunan TIP adalah dalam rangka pengembangan
secara sinergis Kawasan Industri Tebedu sebagai katalis untuk membantu pembangunan
di pedalaman Kalimantan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang kaya dan
sumber daya manusia yang melimpah di daerah sekitarnya. Efek sinergis antara
TIP (fasilitas pelabuhan), Tebedu Industri estate (pengembangan industri) dan
Bandar Mutiara Baru Tebedu Township (pembangunan komersial) akan memiliki
multiplier effect dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah dan
sekitarnya.
Tujuannya Pemerintah
Negara Sarawak dalam pembentukan Tebedu Inland Port adalah untuk memantau,
mengatur dan mengontrol pergerakan barang dalam rangka memfasilitasi dan
meningkatkan perdagangan lintas batas. Inisiatif ini dalam hubungannya dengan
perkembangan Tebedu Industrial Estate dan Bandar Mutiara, New Tebedu Township
akan memiliki efek sinergis dan multiplier dalam pembangunan ekonomi regional
di wilayah perbatasan, yang memungkinkan warga Kalimantan Barat, Indonesia dan
Sarawak untuk berbagi dalam kemakmuran dari pengembangan Selatan Barat Sarawak.
The Estate Tebedu
Industrial melayani industri ringan, berbasis ekspor domestik dan
internasional. Di dalam negeri, produk manufaktur mendukung dan melengkapi
rencana pembangunan utama bagi negara, Koridor Sarawak Energi Terbarukan
(SCORE). Tebedu Inland Port dan Terminal Peti Kemas, Kuching adalah jalan
cerdas mensinergikan Kawasan Industri Tebedu dengan berbagai wilayah
disekitarnya untuk dapat mengimpor bahan dari atau mengekspor produk mereka ke
pasar internasional.
Pelabuhan
darat Tebedu, Sarawak, Malaysia, ditargetkan menjadi penghubung bagi daerah
pedalaman di Kalimantan yang nantinya akan terkoneksi lewat konektivitas ASEAN
untuk dapat mengakses pasar internasional di Singapura, China, Hongkong,
Jepang, Korea dan pelabuhan-pelabuhan utama lain di dunia.
Direktur
Pelaksana SM Inland Port Sdn Bhd, Nobel Pang, mengatakan, adanya kedekatan
serta kemudahan akses ke terminal kontainer internasional Senari di Serawak,
pelabuhan darat Tebedu (Tebedu Inland Port, TIP) mampu berperan sebagai pintu
gerbang penting bagi kawasan pedalaman, khususnya di Sarawak dan Kalimantan
Barat.
Dengan
demikian daerah-daerah sekitarnya itu akan mampu merambah pasar internasional,
sehingga mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat. Pemimpin
perusahaan operator pelabuhan darat Tebedu itu menjelaskan, TIP yang berlokasi
sekitar satu km dari pos lintas perbatasan Entikong-Tebedu dan sekitar 370 km
dari Pontianak serta 100 km dari Senari Container Terminal, memiliki lokasi
strategis. Dengan demikian akan mampu memfasilitasi pergerakan kargo dari
Sarawak ke Kalimantan Barat atau sebaliknya.
Selain
itu lanjutnya, sistem transportasi darat yang memadai memudahkan perjalanan
kargo ke pelabuhan internasional Senari Container Terminal, yang memiliki
koneksi ke Port Klang, Singapura, China, Hong Kong, Jepang, dan Korea. Ia
mengatakan, kehadiran pelabuhan ini akan membantu mengurangi aktivitas yang
memakan waktu seperti pemilahan dan pemrosesan kontainer serta mempercepat
aliran kargo antarkapal dan jaringan transportasi darat.
Kondisi
demikian itu sekaligus memangkas waktu dan biaya bagi pengirim barang maupun
penerima. Para pengguna pelabuhan juga diberi kesempatan luas untuk
mengembangkan sayap bisnisnya, karena TIP menawarkan fasilitas dan jasa yang
dibutuhkan seperti lahan terbuka, lahan untuk kontainer, gudang, gudang untuk
transfer, armada forklift (mesin pengangkat barang) serta tenaga kerja memadai.
Menurut
dia, dengan pertimbangan melimpahnya sumber daya alam mineral di Kalimantan
ini, TIP juga menyediakan fasilitas untuk melayani penyimpanan kargo curah.
Kargo dari Kalimantan yang sedang transit di TIP tidak perlu membayar biaya
pabean.
Pang
mengungkapkan, Pemerintah Sarawak berniat untuk fokus pada pembangunan wilayah
perbatasan dan menjalin kerja sama erat dengan Indonesia untuk memanfaatkan
sumber daya manusia serta sumber daya alam lain di Sarawak maupun Kalimantan
Barat.
Semua itu dengan
sasaran mampu menghasilkan barang dan jasa berkualitas dunia yang ditujukan
bagi pasar internasional. “Kerja sama ini pada gilirannya akan meratakan
kesejahteraan antara kedua kawasan bertetangga melalui pembangunan wilayah,”
katanya. Fasilitas tersebut sudah beroperasi sejak Mei 2011, TIP pertama
kali diperkenalkan kepada publik di Pontianak, dalam Sarawak Business Expo yang
diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri Sarawak. Sarawak Business Expo
digelar bersamaan dengan Misi Bisnis Sarawak ke Pontianak dari 6-9 Oktober
2011, dipimpin Datuk Amar Abang Haji Abdul Rahman Zohari, yang juga menjabat
sebagai Menteri Perumahan dan Pariwisata Sarawak Malaysia.
No comments:
Post a Comment