Kekuatan Ekonomi Perbatasan,
Membangun Desa Batas
Seperti biasa, kalau
tahun anggaran baru, BNPP biasanya punya perhelatan yakni Rapat Kerja. Seperti
biasa, maka para petinggi terkait akan memberikan arahan, semangat dan dorongan
agar pembangunan wilayah perbatasan bisa lebih baik lagi. Tapi anehnya, setelah
itu, ya semua berjalan kembali seperti biasa. Perbatasan tinggallah sebagai
wilayah tertinggal, wilayah yang tetap terisolasi.
Saya ingat pengalaman
tahun 2014 perihal perbatasan mengemuka dari Peserta konvensi calon presiden
Partai Demokrat, Hayono Isman, mengatakan pemerintah harus menciptakan
sentra-sentra ekonomi baru di daerah perbatasan sehingga menjadi benteng yang
sangat kuat bagi Indonesia. Menurutnya “Penjagaan perbatasan tidak cukup hanya
dengan TNI yang sudah bekerja dengan baik, tetapi juga perlu dilakukan
pertahanan oleh rakyat,” kata Hayono Isman saat acara Debat Bernegara” di
konvensi calon presiden Partai Demokrat di Balikpapan, Kalimantan Timur,
Sabtu,22 Februari 2014.
Beberapa hari
kemudian, Dalam ungkapan yang sedikit berbeda, Menteri Koordinator Politik,
Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Joko Suyanto berkata lain. Menurutnya,
egosektoral seringkali muncul pada saat perencanaan anggaran. Hal ini yang
kemudian membuat perbaikan daerah perbatasan tidak maksimal. “Ini seringkali
menjadi sumbatan-sumbatan,” ujarnya dalam Rapat Kerja VI Badan Nasional
Pengembangan Perbatasan (BNPP), bertema Upaya Pengembangan Ekonomi Kawasan
Perbatasan Negara dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Jakarta, Rabu
(26/2/2014).
Menurut beliau,
“Kunci dari semua ini adalah koordinasi dan sinkronisasi. Koordinasi
mudah diucapkan, tapi seringkali tidak mudah dilakukan,” papar Joko. Koordoinasi
antar kementerian/lembaga dan pemda adalah untuk memikirkan bagaimana
mengembangkan sektor perbatasan menjadi kawasan terpadu yang secara ekonomi
juga bangkit, sama seperti daerah-daeerah lain.
“Inilah fungsi dan
tugas BNPP bagaimana mensinkronkan. Pemda kan mempunyi program yang tadinya
berserakan sendiri-sendiri sekarang dipadukan. Sehingga tidak berserakan satu
sama lain,” paparnya. Adanya BNPP
sebagai bagian yang menkoordinasikan pembangunan daerah perbatasan sejak 2010
lalu sudah sedikit banyak memberikan hasil. Ini menunjukkan keseriusan
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan.
Seolah belum cukup,
Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini pada kesempatan
yang sama juga mengatakan, pembenahan infrastruktur tak bisa ditawar-tawar
untuk mendorong pembangunan perbatasan. Helmy menjelaskan, wilayah perbatasan
di Indonesia pada umumnya merupakan daerah miskin dan tertinggal. Untuk taraf
sosial-ekonomi masyarakat rendah akibat keterisolasian, terbatasnya
infrastruktur, fasilitas umum, dan rendahnya akses masyarakat mendapatkan
informasi.
Di akhir tahun 2014 ini,
ungkap Helmy waktu itu, pemerintah dengan semua unsurnya bersepakat untuk lebih
fokus lagi dalam melakukan langkah-langkah percepatan pembangunan infrastruktur
perbatasan.“Pemerintah memandang dan konsern bahwa kawasan perbatasan merupakan
pintu gerbang utama negara. Kawasan perbatasan merupakan beranda depan
teritorial negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” urainya. Pada
kenyataannya pembangunan infrstruktur perbatasan memang dengan gencar dilakukan
pemerintah Jokowi-JK; kalau apa yang diucapkan para petinggi saat itu dengan
waktu sekarang ini (2018) memang banyak benarnya. Pemerintah telah membangun dan
kini tengah mengerjakan jalan parallel perbatasan dan malah telah selesai
membangun ulang 7 PLBN. Suatu hal yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Solusi strategis Perkuatan Ekonomi Perbatasan
Salah satu strategi
yang pantas untuk dikembangkan dalam perkuatan ekonomi perbatasan adalah dengan
membangun desa batas itu sendiri yang dimulai dari mempersempit disparitas
kota-desa secara terukur dan tepat agar dapat menjamin kepastian keberhasilan,
antara lain dilakukan dengan : Mempercepat pembangunan infrastruktur Desa dan perlu
dilakukan dengan tepat, Jumlah mayoritas penduduk miskin umumnya berpengetahuan
rendah di perdesaan karena itu perlu strategi dalam melibatkan masyarakat sehingga
bisa memberikan beberapa dampak, seperti : kualitas pekerjaan yang dihasilkan; keberlangsungan
operasional dan pemeliharaan infrastruktur; meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam membangun lewat jalan kemitraan dengan berbagai pihak; serta penguatan
kapasitas masyarakat untuk mampu mandiri memfasilitasi kegiatan masyarakat
dalam wilayahnya.
Jenis infrastruktur
perdesaan yang perlu ditingkatkan, antara lain berupa : Infrastruktur yang
mendukung aksesibilitas, berupa jalan dan jembatan perdesaan; Infrastruktur
yang mendukung produksi pangan, berupa irigasi perdesaan; dan Infrastruktur
untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat perdesaan, berupa penyediaan air
minum dan sanitasi perdesaan. Philip H. Comb & Manzoor Ahmed, mengatakan
untuk meningkatkan SDM Desa perlu strategi khusus, antara lain : Jenis ketrampilan
yang dibina; Ketrampilan yang dibina perlu tepat dari segi teknik, tapi tetap bisa
dilaksanakan secara fisik dan ekonomis sesuai budaya warga; Metode yang
diterapkan harus sesuai dengan budaya setempat; Usaha pendidikan harus
dilaksanakan sebagai suatu rangkaian yang kontinyu sesuai dinamika kemajuannya
sendiri. Juga yang harus diingat adalah dalam meningkatkan kemampuan dan
kapasitas SDM Desa perlu dilakukan dengan meningkatkan muatan lokal tetapi
tetap terjaga sesuai tuntutan muatan nasional. Dalam hal pembinaan Industri
kecil misalnya, SDM Desa perlu dikenalkan berbagai jenis usaha kecil seperti
makanan, souvenir, hiasan rumah, peralatan sehari-hari terutama yang memeiliki
ketersediaan bahan baku di daerah tersebut. Mulai dari cara pembuatan, mengemas
agar menarik dan pemasaran juga perlu di sampaikan. Perlu juga disadari meningkatkan
kapasitas Iptek Desa tak terlepas dari adanya hubungan IPTEK, SDM dan
kemiskinan. Dia akan tumbuh secara alami kalau kualitas SDM dan perekonomiannya
juga bisa ditingkatkan secara bersamaan.
Persoalan Lama Yang Masih Tetap Jadi Masalah
Saya lalu ingat
tulisan Ir. Agung Mulyana, M.Sc. Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan
Perbatasan,Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).Tulisnya waktu itu (2012)
Cukup banyak permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan kawasan perbatasan,
utamanya adalah langkanya prasarana dasar yang dibutuhkan untuk mengembangkan
kapasitas sumber daya alam dan sumber daya manusia di kawasan perbatasan,
seperti prasarana perhubungan (langkanya dukungan jalan, jembatan, dermaga dan
sebagainya), jaringan listrik, telekomunikasi, prasarana pendidikan dan
prasarana kesehatan.
Rencana detil tata
ruang kawasan perbatasan yang merupakan penjabaran dari rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan juga tidak tersedia, sehingga tidak diketahui
secara pasti pembagian zonasi ruang, arah pemanfaatan ruang dan struktur
pusat-pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan. Permasalahan lainnya adalah
langkanya investasi/penanaman modal yang masuk ke kawasan perbatasan untuk
memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah, serta langkanya sumber
daya manusia terdidik dan terlatih untuk membangun dan mengembangkan potensi
kawasan perbatasan. Ditambah lagi dengan tingginya angka kemiskinan dan
rendahnya angka indicator indeks pembangunan manusia di kawasan perbatasan.
Arah kebijakan dan
strategi BNPP dalam pengelolaan Batas Wilayah Negara baik di darat maupun di
laut adalah dengan mempercepat upaya penyelesaian penetapan dan penegasan Batas
Wilayah Negara di darat dan di laut, serta meningkatkan upaya pengamanan Batas
Wilayah Negara di darat dan di laut, disamping juga meningkatkan penguatan
kapasitas kelembagaan pengelolaan Batas Wilayah Negara di darat dan di laut.
Dalam hal
pengelolaan Kawasan
Perbatasan darat dan laut, arah kebijakan dan strategi BNPP
adalah dengan mempercepat upaya pengamanan dan pengembangan sarana dan
prasarana CIQS di Pos Lintas Batas (PLB), mempercepat peningkatan pertumbuhan
ekonomi kawasan perbatasan, mempercepat peningkatan kualitas sumber daya
manusia di kawasan perbatasan, dan mempercepat penguatan kapasitas kelembagaan
pembangunan kawasan perbatasan.
Tulisnya waktu itu.
BNPP telah menetapkan 111 kecamatan sebagai Lokpri 2010-2014 berdasarkan
penentuan lima kriteria. Pertama, bahwa Lokpri merupakan kecamatan di kawasan
darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan atau terdapat
exit/entry point. Kedua, Lokpri merupakan kecamatan di kawasan laut yang secara
tradisional memiliki interaksi dari sisi sosial, budaya, maupun ekonomi dengan
penduduk negara tetangga di sebelahnya yang ditandai dengan adanya exit/entry
point yang disepakati dengan negara tetangga. Ketiga, Lokpri merupakan
kecamatan yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN).
Keempat, Lokpri merupakan kecamatan yang memiliki pulau-pulau kecil terluar
(PPKT). Dan Kelima, adanya pertimbangan khusus.
111 kecamatan Lokpri
yang ditetapkan BNPP tersebut mencakup 38 kabupaten/kota Wilayah Konsentrasi
Pengembangan (WKP) dan 12 provinsi Cakupan Wilayah Administrasi (CWA) dengan
rincian; provinsi Kalimantan Barat (Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang,
Kapuas Hulu), Kalimantan Timur (Kutai Barat, Malinau, Nunukan), Nusa Tenggara
Timur (Kupang, Timor Timur Utara, Belu, Rote Ndao, Alor), Papua (Merauke,
Bovendigul, Pegunungan Bintang, Keerom, Kota Jayapura, Supiori), Nangroe Aceh
Darussalam (Kota Sabang), Sumatera Utara (Serdang Bedagai), Riau (Rokan Hilir, Bengkalis,
Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, Kota Dumai), Kepulauan Riau (Natuna,
Kepulauan Anambas, Kota Batam, Bintan, Karimun), Sulawesi Utara (Kepulauan
Sangihe, Kepulauan Talaud), Maluku (Maluku Barat Daya, Maluku Tenggara Barat,
Kepulauan Aru), Maluku Utara (Morotai), dan Papua Barat (Raja Ampat).
Sebanyak 39 Lokpri
sudah masuk dalam penanganan Tahap Pemantapan, 31 Lokpri dalam Tahap Lanjutan
dan 41 Lokpri dalam Tahap Awal. Jika diklasifikasikan dalam bentuk Lokpri Darat
dan Lokpri Laut, maka untuk Lokpri Darat 28 dalam Tahap Pemantapan, 13 Tahap Lanjutan
dan 27 Tahap Awal. Sedangkan untuk Lokpri Laut, 11 dalam Tahap Pemantapan, 18
Tahap Lanjutan dan 14 Tahap Awal.
Pulau-pulau kecil
terluar yang ditetapkan sebagai Lokpri penataan Kawasan Perbatasan Laut tahun
2012 adalah: pulau Rondo (NAD), Batumandi (Riau), Senoa (Kepulauan Riau),
Sebatik (Kalimantan Timur), Miangas, Marore (Sulawesi Utara), Morotai (Maluku
Utara), Wetar Liran, Asutubun Selaru Bantarkusu (Maluku), dan Alor (NTT).
Dari 111 Lokpri
tersebut, ada yang semata-mata ditetapkan hanya karena pertimbangan satu aspek
saja, yaitu Pertimbangan Khusus, misalnya karena pertimbangan aspek pertahanan,
keamanan atau keutuhan NKRI, tapi ada juga Lokpri yang terpilih karena memenuhi
seluruh aspek atau kriteria pertimbangan. Namun demikian, dari seluruh Lokpri
yang terpilih, tidak semuanya memiliki potensi untuk menggerakkan dan
mengembangkan perekonomian wilayah, baik perekonomian di titik perbatasan
maupun di kawasan hinterland dan kawasan regional yang luas. Untuk dapat
mengembangkan kawasan perbatasan dalam konteks pengembangan regional yang luas,
perlu dilakukan pemilihan Lokpri Pusat Pertumbuhan, yaitu Lokpri yang memiliki
potensi yang kuat untuk menggerakkan dan mengembangkan perekonomian kawasan.
Beberapa Lokpri yang
memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi Pusat Pertumbuhan, antara lain
adalah Entikong (Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat), Aruk (Kabupaten Sambas,
Kalimantan Barat), Pulau Sebatik (Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur), Pulau
Subi (Kabupaten Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau), Morotai (Kabupaten Morotai,
Maluku Utara), dan Merauke (Kabupaten Merauke, Papua).
Jadi kalau saya ingat
kembali pada rapat kerja BNPP ke VI tahun 2014 di Jakarta rasanya senang juga
melihat bapak Mendagri Gamawan Fauzi saat mengatakan, pemerintah akan
memfokuskan pengelolaan wilayah perbatasan pada 115 kecamatan di Indonesia. Dia
mengklaim pengelolaan perbatadan saat ini sudah mengalami peningkatan. “Kita
lihat dari indikatornya secara makro semuanya membaik. Kalau detilnya nanti
akan dibahas dalam rapat Ini,” kata Gamawan waktu itu. Tahun ini sebagai
stimulan pihaknya mengalokasikan anggaran sebanyak Rp 198 miliar untuk
penanganan wilayah perbatasan.
Yang ingin saya
tuliskan adalah, tidak ada yang baru dari yang mereka tuturkan, harapan dan
harapan. Sementara di perbatasan? TNI sebagai
penjaga batas dan warga perbatasan di sana tetap saja belum
tersentuh. Menurut mereka tinggal Malaikat saja yang belum pernah memberikan
janjinya untuk membangun wilayah perbatasan. Sebaliknya, semua pejabat hingga
presiden mereka sudah dengar sendiri. Tapi nyatanya? Memang harus sabar.
Membangun fisik perbatasan perlu waktu, dan hal itu kini tengah berlangsung.
Yang selalu kita ingatkan adalah agar Pemda perbatasan selalu pro aktif dan
mengantisifasi kemana arah pembangunan yang dilakukan Pusat serta mendukungnya
secara maksimal.
Kalau kita melihat negara
tetangga tentu beda lagi, karena mereka sudah sangat siap baik dari
infrastruktur sarana dan prasarananya. Apalagi di saat malam, ketika mata kita
dari pulau sebatik (Kalimantan Utara) ke Tawau, maka yang terlihat di negara
tetangga itu kok terang benderang dengan cahaya kemakmurannya. Sementara di
pulau sebatik yang ada hanya listrik temaram, simbol ketertinggalan. Hal yang
sama juga seperti itu di Kalimantan Barat, kalau anda berdiri diufuk Gunung
Jagoi, anda akan melihat Kota Serikin yang terang benderang atau dari ufuk
ketinggian Tanjung Datu anda akan melihat Kota Kuching yang terang benderang
dan menjanjikan. Kontras sekali dengan kondisi perkampungan di negara
tercinta,yang masih gelap dan tidak bisa melihat apa-apa.
Catatan Redaksi : Tulisan ini sudah dimuat di www.wilayahperbatasan.com dengan
judul Pembangunan Ekonomi Wilayah Perbatasan, Baru Sebatas Janji dan Janji pada
tanggal March
No comments:
Post a Comment