Kasus
Korupsi Dana Desa Maluku Terus Bertambah
Oleh
: Frans Pati Herin
Pengucuran
dana desa sejak 2015, khususnya di Maluku, di antaranya turut menimbulkan
pergunjingan terkait gaya hidup aparat desa yang berubah. Di sisi lain,
kemiskinan di desa masih tetap tinggi. Di tengah kondisi itu, evaluasi terhadap
pengelolaan dana desa terus dijalankan di Maluku demi pemanfaatan yang
menyejahterakan warga desa. ”Jangan sampai terjadi penyalahgunaan uang,” ujar
Wali Kota Ambon Richard Luhenapessy saat melantik puluhan saniri negeri di Kota
Ambon, Rabu (5/2/2020).
Saniri
negeri merupakan lembaga perwakilan masyarakat di desa-desa adat. Selain
berperan dalam pengawasan, lembaga itu juga menampung dan memperjuangkan
aspirasi masyarakat dalam penyusunan anggaran ataupun aturan desa. Dalam
struktur pemerintahan modern, lembaga itu disebut badan permusyawaratan desa.
Richard
juga mengingatkan agar pengelolaan dana desa melibatkan masyarakat, mulai dari
perencanaan hingga evaluasi. Perangkat desa harus transparan menggunakan dana
desa. Ia mencermati fenomena sejumlah kepala desa yang gaya hidupnya berubah
sejak mengelola dana desa. Di sisi lain, pengelolaan dana desa belum optimal
menggenjot pertumbuhan ekonomi di desa.
Mereka
tiba-tiba beli perahu motor, beli sepeda motor, dan beli mobil bak terbuka. Itu
uang dari mana? Masyarakat pasti curiga. Kondisi
itu yang menimbulkan pergunjingan di masyarakat. Di desa-desa di Kota Ambon,
seperti Negeri Lama dan Poka, masyarakat melaporkan dugaan korupsi dana desa ke
Kejaksaan Negeri Ambon. Di kota itu ada 30 desa yang rata-rata mendapat dana
sekitar Rp 1 miliar per tahun.
Dalam
sejumlah kesempatan, orang-orang yang mengaku perangkat desa menghabiskan
banyak uang di tempat hiburan malam di Kota Ambon. Biasanya ada lebih dari dua
orang. Setiap kali masuk ke ruangan VIP tempat karaoke, paling sedikit
pengeluarannya Rp 3 juta di luar tip. Fenomena itu muncul sejak dana desa
digelontorkan tahun 2015.
Nus
Termas, tokoh pemuda dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar, menuturkan, banyak
kepala desa di daerah itu tiba-tiba memiliki tambahan aset di luar kewajaran.
Masyarakat yang mempertanyakan dianggap membangkang. ”Mereka tiba-tiba beli
perahu motor, beli sepeda motor, dan beli mobil bak terbuka. Itu uang dari
mana? Masyarakat pasti curiga,” ujarnya.
Kasus
korupsi
Data
yang dihimpun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon,
menunjukkan semakin banyak kasus korupsi dana desa disidangkan. Tahun 2019
total ada 17 kasus. Tahun-tahun sebelumnya tidak sampai lima kasus per tahun.
Kasus korupsi dana desa salah satunya terjadi di Desa Ustutun, Kabupaten Maluku
Barat Daya.
Dalam
persidangan, Zakarias Maika, kepala desa, mengaku menggunakan dana desa untuk
membiayai pendidikan anaknya. Nilai uang yang disalahgunakan Rp 103 juta.
Pengamat sosial Universitas Pattimura, Ambon, Josep A Ufi, berpendapat, jabatan
kepala desa yang dianggap menjanjikan itu lantas jadi rebutan. Dinamika politik
di desa memanas sehingga muncul kubu-kubu.
Di
beberapa desa, seperti Batu Merah di Kota Ambon dan Suli di Kabupaten Maluku
Tengah, kantor desa disegel sebagai buntut pemilihan kepala desa. Di dua desa
adat itu, hanya keturunan tertentu yang berhak menjadi raja atau kepala desa.
”Pranata adat bisa rusak,” ujarnya.
Ironisnya,
kemiskinan di desa masih tetap tinggi. Badan Pusat Statistik Maluku mencatat,
jumlah penduduk miskin di Maluku malah bertambah dari 317.690 orang pada Maret
2019 menjadi 319.510 orang pada September 2019. Sebagian besar penduduk miskin
berada di perdesaan, yakni 271.370 jiwa, sedangkan di wilayah perkotaan 48.150
jiwa.
Pembangunan desa masih fokus
pada pembangunan fisik.
Penduduk
miskin adalah warga dengan pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan di Maluku dalam survei tersebut adalah Rp 545.378. Saat ini,
jumlah desa di Maluku dengan status mandiri hanya 10 desa, status maju 84 desa,
status berkembang 376 desa, status tertinggal 580 desa, dan status sangat
tertinggal 145 desa.
Padahal,
dana desa yang digelontorkan ke Maluku sejak tahun 2015 hingga 2020 mencapai Rp
5,3 triliun. Sasarannya untuk 1.198 desa. Penjabat Kepala Desa Rumah Tiga, Kota
Ambon, Juan Y Kayadoe mengatakan, kunci utama pengelolaan dana desa agar
dipercaya masyarakat adalah transparansi dan komunikasi. Perumusan program
harus dimulai dari akar rumput.
Menurut
dia, pada beberapa tahun terakhir, pembangunan desa masih fokus pada pembangunan
fisik. Ke depan, pemberdayaan ekonomi akan didorong. Besaran dana desa itu
mencapai Rp 1,2 miliar per desa. Sumber
: Kompas.id., Wajah Dana Desa di Maluku, 6 Februari 2020
No comments:
Post a Comment